Pages

Subscribe:

Minggu, 20 Juni 2010

Memang Harus dikawal Para Ulama’



Pilkada, yang saat ini sedang bergulir, menghadirkan banyak kritik yang tak kalah pedasnya dengan cabe. Terutama di daerah yang terkenal dengan sebutan Kota Santri, Kota Pasuruan. Pasalnya di sana terdapat salah satu pasangan yang “mengikut campurkan” para ulama’ di daerahnya dalam pilkada.
Bukan hanya para masyarakat yang mengeluarkan hardikan “ndek ndi ono kyai melok-melok ngono” (mana ada kyai kok ikutan begitu {pilkada}), sebagian kalangan habaib pun juga mengatakan menyayangkan keikutsertaan para ulama’ yang mendukung salah satu pasangan. Alasannya takutnya hanya pasangannya saja diuntungkan, tak ada kemaslahatan ummat sama sekali.

Menengai semua itu, saya rasa ada sedikit penjelasan, juga sedikit “pembelaan” untuk menjawab semua kritikan tersebut. Ya, walau saya sendiri masih bisa dikatakan “bau kencur”, tak apalah. Kalau memang benar, mengapa tidak ? Dan dalam hal ini atas nama saya sendiri, bukan atas nama Para Ulama’.
Begini, para ulama’ adalah orang-orang yang alim dan berilmu. Mereka lebih mengerti hukum dan tata cara mengatur sesuatu Negara yang baik dan menurut syariat, dari pada mereka yang sekarang duduk di bangku pejabat.
Lihat saja, kabar yang masih deras di dunia, bahwasannya keadaan politik di Indonesia sedang berantakan dan luluh lantak. Saya rasa itu semua karena yang ngatur memang para orang yang kurang mengerti bagai mana cara menata Negara yang baik dan mengikuti jalur serta lalu lintas yang ada dalam syari’at.
Para ulama’ juga bukan orang-orang yang mudah “disetir” dan dibodohi layaknya rakyat awam biasa. Seharusnya memang mereka yang harus ikut andil dan menyetir para pejabat agar tak nyeleweng. Sebelum mereka menyatakan ikut andil dalam parlemen, pastinya mereka sudah memikirkannya dalam-dalam. Apa resiko yang akan mereka hadapi. Seperti apa tantangan yang siap menghadang mereka. Dan jika memang mendukung salah satu pasangan yang maju sebagai calon (di daerah masing-masing) itu bukan karena dunia, seperti umumnya orang awam. Sebelum merek mendukung pasangan yang di barengi, pastinya mereka lebih tahu seluk beluk, baik-buruk pasangan tersebut, terutama dalam segi agama, dalam kelayakan menjadi sesosok pemimpin.
Mereka bukan orang bodoh. Mereka tahu siapa yang mereka dukung. Dan, pastinya, karena memang mereka ulama’, maka yang didukung adalah orang-orang yang masuk kriteria ulama’. Dan memang seharusnya mereka yang turun kebidang yang satu ini. Karena mereka orang-orang yang jago dalam perpolitikan, yang sesuai dengan syariat. Tidak sekedar ikut-ikut saja.
Tak panjang lebar. Kesimpulannya, anggapan buruk orang-orang kepada para ulama’ mengenai keikutsertaannya dalam mendukung politik atau salah satu pasangan adalah tak benar. Bukannya sekarang justru para rakyatnya yang buta akan uang. Hanya memilih mereka yang beruang, bukan yang berakhlaq. Mereka tak memikirkan dihari berikutnya, apakah mereka (para calon) tetap “loman” seperti yang dijanjikannya dan yang mereka lakukan selama kampanye.
Kenyataannya, banyak mereka calon yang hanya mengobral bahkan cuci gudang janji-janji semu mereka.
Nah, coba deh jika para pemimpin itu yang mengawal para ulama’. Yang menasehati para ulama’. Dan yang menyetir para ulama’. Suasana damai, tentram, sejahtera, sentosa, dan lain sebagainya tak bakalan menjadi sebuah mimpi belaka. Tapi, itu akan menjadi kenyataan !
Jika dalam tulisan di atas terdapat kata-kata yang kurang nyaman, bisa langsung melayangkannya ke Facebook saya. Atau langsung post di kolom komentar. Terima kasih . . .

0 komentar:

Posting Komentar

Kalau anda ingin Ngasi "Comment" jangan baik atau buruknya sesuatu, tapi kasihlah komentar keduanya.