Pages

Subscribe:

Rabu, 08 Juli 2009

Ucapan Yang Bersamaan Dengan Takdir Allah

Kyai Hamid adalah salah satu (a’bed) atau hamba Allah yang sangat dekat dengan-Nya. Beberapa karomah yang keluar dengan tanpa disengaja, adalah salah satu tanda bahwa beliau telah di angkat-Nya sebagai seorang wali. Jadi setiap beliau berdo’a pasti terlihatlah Ars’y tepat di depan matanya. Dan Allah pastilah akan mengabulkan Do’a hambanya yang sangat bertaqwa kepada-Nya dengan dalam kurung waktu yang dekat. Begitu juga dengan takdr-takdir Allah yang sudah tertulis. Orang-orang pilihan seperti kyai hamid pasti akan mendapatkan “Bocoran” akan terjadinya sesuatu atau di hari yang akan datang atau di masa yang akan datang. Misalkan besok akan terjadi sesuatu kepada fulan, baik-buruknya takdir Allah yang telah di”bocorkan” kepadanya biasanya dikabarkan kepada sifulan tadi. Tapi tidak langsung mengatakan kalau besok, misalnya, dia akan dapat mobil, atau akan kecelakaan. Tapi dengan-dengan petunjuk-petunjuk agar bersyukur atas nikmat-Nya, jika baik, dan bersabar dengan cobaan-cobaan yang di berikan Allah kepadanya, jika itu sebuah musibah atau cobaan. Dan berikut sebuah cerita yang patutu kita simak.


Ketika “maulaa ya solliwasallimba iman abada, ala habibi ka hoi rilkhol qikul lihimi” terlantun, kyai Hamid terlihat khusyu’ dan menundukkan kepalanya. Waktu itu Burdahan di Musholla Pondok, seperti biasanya, yang terselenggara pada malam jum’at. 

Beberapa saat setelah kewajiban di Mushollah selesai, salah satu santri di-”timbali” (panggil) Kyai Hamid. Dan yang di tugas kan waktu itu adalah khaddam beliau yang bernama Sai’d bin Kholil dari Rejoso. Setelah berhadapan langsung dengan kyai Hamid, Santri yang bernama Muhyiddin tersebut langsung “diwani” (ditawari) untuk naik hajji. Namun Muhyiddin masih ragu-ragu dan belum juga menjawab “tawaran” Pengasuhnya tersebut hingga beberapa saat. “rasakno mungga hajji, urip melok embah, kiriman telatan maneh” (jangankan naik hajji, hidup saja masih ikut dengan nenek, kiriman juga sering telat lagi) hatinya “ngomel”. 

Sampai-sampai yai memaksanya untuk bilang “iya”. Kali ini bukan tawaran lagi yang diajukan kyai Hamid, melainkan perintah atau menyuruhnya untuk berangkat hajji.

Sa’id, khaddam kyai Hamid, yang waktu itu ada disampingnya, yang kebetulan juga ditawari untuk hajji berbisik pada temannya tersebut. “ngomong iyo ae cek repote, gak percoyo ta kowe ambek yai!?. Ngomongo iyo cek yai lego” (bilang iya saja kok repot, apa kamu tidak percaya sama kyai Hamid !?. bilang saja iya supaya yai (Kyai Hamid) lega) bisik Sa’id. Sa’id bilang “supaya lega” memang karena orangnya suka melegakan nrang. Setiap kali ditawari orang, apapun, baik makanan atau yang lainnya, pasti akan diterimanya, itulah yang biasa orang-orang di sekitarnya menyebut dengan “melegakan orang”.

“enggeh pon yai” (baiklah yai) lirik si Muhyiddin pelan. “Alhamdulillah” balas kyai Hamid. 

Lalu beberapa bulan kemudian nenek tersayang yang telah menghidupinya semenjak kedua orang tuanya tiada datang. “le . . . pamito yai ageh, koen tak jak nang Mekkah, sawahe embahmu payu” (nak . . . pamitlah kepada yai (kyai Hamid, yang waktu itu menjadi Nadzir atau pengasuh pondok), kamu saya ajak ke Mekkah (maksudnya : untuk hajji), sawah kakekmu sudah laku” ajak neneknya yang wajahnya sudah keriput dengan seuntai senyum. Lalu setelah pamit, berangkatlah dia ke tanah suci untuk menunaikan hajji. 

Masyaa Allah . . . cerita dia atas sungguh tak “masuk akal”, baru disuruh hajji oleh kyai Hamid, sawah sang kakek langsung terjual, jika kita pikirkan dengan hanya dengan logika. Disana jelas bahwa kalimat yang terucap dari Lisan kyai Hamid bersamaan dengan takdir Allah SWT. Semoga kita bisa sampai ke tanah suci untuk menyempurnakan Rukun Islam itu. Amin ya robbaal alamin . (H-di)

Sumber : Ust. As’ad Fauzan

0 komentar:

Posting Komentar

Kalau anda ingin Ngasi "Comment" jangan baik atau buruknya sesuatu, tapi kasihlah komentar keduanya.