Pages

Subscribe:

Kamis, 15 April 2010

Tidak Mau ! Bukan Tidak Mampu !

“Jangan meremehkan kemampuan yang ada pada diri sendiri !”. Itulah kata-kata yang harus kita resapi bersama. Yang harus kita kaitkan dengan keadaan yang saat ini sering menimpa kita.
Contohnya, sering kali ketika ada acara, baik bersifat ma’hady atau madrasy. Ketika kita di tunjuk untuk berpidato, misalnya. Pasti yang terjadi, “tidak mau !!”. Dan berusaha melemparnya kepada yang lain. Kalau sudah begitu, maka, tunjuk menunjuk pun tak akan bisa terelakkan. Mengapa itu bisa terjadi ?. Tidak ada yang bisa menjawabnya kecuali kita sendiri sendiri.

Sama halnya ketika ujian, atau setoran, atau juga belajar ilmu Nahwu, serta yang lain sebagainya. Mengapa kita selalu sambat (rata-rata 70 %) ? kita sambat ketika setoran atau hafalan menumpuk. Tatkala hasil ujian jelek. Atau tatkala rangking kita dengan yang lain terpaut cukup jauh, (Mesti aeee . . .). Bukan “mesti aeee . . . “ seharusnya yang kita ucapkan, melainkan mengapa saya bisa kalah dengan yang lain ? bukankah bersaing dalam kebaikan itu sangat di anjurkan dalam islam ?. Dan masih banyak “ngersulo” yang lain yang sering kita jumpai.
Padahal, kalau di pikir-pikir. Yang menyebabkan terciptanya semua penyesalan, sambatan, dan ngersulo di atas itu siapa ?
Satu contoh lagi. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pada waktu kita mempunyai tugas untuk menghafal dan menyetorkannya kepada ustadz. Diantara kita, mengapa ada yang duduk (lolos, dan memenuhi kewajiban) dan ada yang berdiri (sebagai ta’zir, karena tidak setor) ?. Apakah kita akan menjawabnya dengan jawaban yang sama dengan jawaban di atas ? Apa akan menjawab ; “ Saya tidak mampu untuk menghafalnya. Karena ini sangat sulit sekali”, misalnya. Saya yakin jawaban disamping bukan jawaban yang tepat.
Salah satu ustadz pernah berkata kepada para santri di kelas. Karena banyaknya dari mereka, bahkan hingga sepertiga isi kelas tidak setor ; “Saya yakin, diantara kalian yang berdiri-berdiri itu tidak serius dalam menghafal pelajaran ini. Buktinya, coba lihat teman-teman kalian yang lolos dalam memenuhi kewajibannya.” Ucap beliau dengan tegas. “jadi, bukan karena faktor tidak mampu, atau alasan lain, yang menyebabkan ketidak maksimalan dalam memenuhi tugas. Tapi, hanya kemauan dan keseriusan !” tambah beliau lagi.
Semua rumusan masalah di atas menjadi bukti bahwa tidak ada sesuatu yang tidak bisa. Kecuali, dengan keseriusan, dan yang terpenting kemauan. Ibarat jika kita ingin menggoreng lauk. Wajan, Minyak Goreng, Lauk-pauk, semua tersedia. Namun, kompornya tidak ada. Mampukah kita menjadikan lauk yang masih belum matang tersebut untuk dikonsumsi ?
Jadi, semua akan terlaksana dan terlewati dengan mulus. Asal kemauan selalu menjadi bekal kita. Jangan ketidak mampuan yang di jadikan alasan. Untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban. Karena, “BUKANNYA KITA TIDAK MAMPU, TAPI TIDAK MAU !!!”

0 komentar:

Posting Komentar

Kalau anda ingin Ngasi "Comment" jangan baik atau buruknya sesuatu, tapi kasihlah komentar keduanya.